SANTRI, IDENTITAS ABADI

Lppai.News; Santri, satu kata yang sangat populer dan hampir seluruh elemen masyarakat mengenalnya. Ketika menyebut santri, maka yang terlintas dalam fikiran adalah pesantren, Kiai, belajar mengaji, kitab kuning, sorogan, ro’an, dan belajar mandiri. Pesantren sebagai wadah sekaligus lembaga pendidikan satu-satunya yang mampu menampung ribuan santri mulai dari anak-anak hingga dewasa, memberi bukti nyata eksistensinya terhadap dunia pendidikan. Hanya pesantren saja yang mau menerima santri dengan tidak melihat nilai hasil belajar pada pendidikan formal maupun nonformal, karena pada hakikatnya pesantren adalah tempat untuk belajar ilmu agama, dan agama tidak pernah membatasi usia untuk belajar, juga tidak memberikan syarat yang menyulitkan seseorang untuk bisa belajar ilmu tersebut.

Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan pesantren telah mengakar kuat dan memberi pondasi terkokoh bagi dunia pendidikan, juga kemajuan negara. Sejarah menunjukkan bahwa kemerdekaan Indonesia diperjuangkan oleh sebagian besar santri dengan pemimpin para Ulama’ dan Kiai, maka secara tidak langsung pesantren dengan dunianya telah memiliki kemampuan untuk memajukan negeri ini.

A. Perjuangan Santri Di Pesantren

Ibarat mesin penanak nasi yang merubah beras menjadi nasi siap makan, pengolahannya melalui proses dengan waktu yang tidak singkat. Begitupula dengan pesantren yang menjadi tempat mengolah santri dari awam hingga berilmu tinggi, siap mengabdi kepada masyarakat. Proses yang dilalui santri tidaklah mudah, orang yang tidak sabar dan tidak memiliki kemauan kuat tidak mungkin betah hidup di pesantren.

Pesantren memiliki sistem pendidikan 24 jam sehari, mulai dari pendidikan agama, pendidikan karakter, pendidikan sosial dan pendidikan kedisiplinan setiap hari dilakukan tanpa henti. Selain itu peraturan-peraturan pesantren yang tidak boleh dilanggar, jam kegiatan yang ketat, semua serba mengantri, harus teliti terhadap barang-barang pribadi atau yang menjadi tanggungjawabnya, taqror (belajar bersama), ro’an (piket pesantren, asrama, kamar), semuanya harus dijalani dengan sabar dan ikhlas. Belum lagi jika sudah menjadi santri senior dan pengurus, bertanggung jawab terhadap kondisi santri junior, membersihkan jika ada santri ngompol, membantu memecahkan masalah, merawat santri yang sakit dan menjadi contoh yang baik untuk mereka.

Situasi di pesantren sengaja dibentuk sedemikian rupa dengan tujuan menjadikan santri yang berkualitas secara keilmuan dan akidah, menyiapkan pemimpin berpotensi dan berpondasi islami yang siap terjun di masyarakat dari wilayah kota hingga ke pelosok desa. Besarnya cita-cita pesantren mengharuskan santri mengenyam seluruh  pendidikan yang ada di dalamnya, dengan demikian pada hakikatnya santri yang sedang menempuh pendidikan di pesantren adalah mereka yang sedang berjuang melatih diri, mental dan fisiknya agar siap menghadapi tantangan ketika suatu saat mereka mengamalkan ilmunya dan mengabdi untuk masyarakat.

B. Karakter Khas Santri

Telah diketahui bahwa pesantren memiliki pendidikan 24 jam yang salah satunya meliputi pendidikan karakter. Karakter santri harus dibentuk dengan pembiasaan dan latihan selama di pesantren. Pesantren tidak hanya mengajarkan pendidikan itu, tapi juga mencontohkan dan mengamalkannya sebagai perilaku keseharian santri. Santri memiliki karakter khas yang hanya dimiliki oleh mereka yang belajar ilmu agama di pesantren.

  1. Berbudaya pesantren

Tidak dapat dipungkiri bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan terbesar yang mampu mendidik ribuan santri dengan cara yang efektif dan efisien. Pesantren memiliki budaya unik yang hanya bisa ditemukan di pesantren saja:

  1. Budaya mengantri

Tidak ada satu kegiatanpun yang dilakukan tanpa harus terlebih dahulu mengantri, karena banyaknya jumlah santri mengharuskan semua hal dilakukan secara bergantian, maka mengantri ini dapat melatih sikap sabar dan ikhlas.

  • Gotong royong

Tidak ada santri yang hidup individualis, mereka hidup bersama, tidur bersama, makan bersama, mencuci baju bersama, jama’ah halat bersama, mengaji bersama, semua kegiatan dilakukan secara bersama-sama dengan santri lain yang bisa jadi memiliki ras, suku, adat istiadat, karakter, latar belakang pendidikan dan latar belakang keluarga yang berbeda. Kebersamaan santri dalam kehidupannya di pesantren memaksa mereka untuk hidup bergotong royong, saling membantu, melengkapi, bahu membahu menciptakan kerukunan dalam kebersamaan.

  • Saling mengasihi

Pesantren dipenuhi dengan beribu-ribu santri yang memiliki jenjang pendidikan berbeda, ada santri junior, senior, pengurus, dan ustadz, ustadzah. Realitanya, dalam tatanan organisasi dan miniatur kehidupan di pesantren, santri yang lebih tua harus memberi uswah hasanah kepada yang lebih muda, santri muda menghormati kepada yang lebih tua, dan semuanya saling mengasihi.

  • Sopan, santun, beradab

Ciri khas santri yang paling mencolok dan bisa dilihat secara langsung adalah sopan santun dan adab mereka. Sudah tidak diragukan lagi bahwa ketika masuk dalam dunia pesantren, sopan santun telah diajarkan, ditanamkan, dibiasakan dan wajib dijalankan oleh setiap santri. Selain itu adab mereka juga di bentuk sesuai dengan adab yang diajarkan oleh agama Islam, baik adab kepada sesama manusia maupun ciptaan Allah yang lain.

2. Tidak meninggalkan shalat

Perintah shalat merupakan perintah yang secara langsung diberikan oleh Allah kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tanpa perantara. Santri yang belajar ilmu agama di pesantren pasti memiliki pondasi kuat terhadap perintah ini, semua pesantren baik salafi, tahfidz maupun modern semuanya mengajarkan dan membiasakan shalat jama’ah minimal 5 waktu yang wajib.

3. Tawadhu’

Santri yang sesungguhnya memiliki sifat tawadhu’, mereka mendalami dan menyelami berbagi ilmu agama dari para pendahulunya (Guru, Kiai, Ulama’). Meskipun seorang santri berilmu tinggi, ia akan tetap tawadhu’ karena dia sadar bahwa ilmu yang diperolehnya saat ini tidak ada apa-apanya dibanding ilmu Allah yang Maha Besar dan Maha Luas, ilmu yang sedikit itu tidak layak disombongkan.

4. Patuh kepada orang tua

Dalam jiwa santri telah ditanamkan “ridho Allah tergantung ridho orang tua”, dari itulah seorang santri meskipun terkadang jengkel atau tidak sependapat dengan orang tua, mereka akan tetap hormat dan patuh kepada mereka.

5. Ta’dzim kepada guru

Setiap santri memiliki guru sebagai seseorang yang memberikan, mengarahkan dan membiarkan muridnya untuk menyelami samudera keilmuan dengan batas-batas syari’at agama. Dari guru lah santri mendapat ilmu meski hanya satu huruf, disini seorang santri memiliki kesadaran bahwa yang menjadi harapan adalah memiliki ilmu yang bermanfaat, dan kemanfaatan ilmu itu bisa tercapai ketika santri ta’dzim kepada gurunya. Meski seorang santri memiliki banyak ilmu melebihi ilmu gurunya, jika mereka tidak ta’dzim kepada guru, maka ilmu itu akan menutup keberkahan hidup atau paling tidak ilmu yang didapat akan sia-sia.

6. Berakhlak Al-Qur’an

Setiap hari santri mengaji ilmu agama, agama mengatur tata cara bersosial baik secara vertikal (dengan khaliq) maupun secara horizontal (dengan makhluk). Selain itu santri dibiasakan setiap jam, setiap hari dan setiap waktu untuk menjalankan kehidupan dengan akhlak yang sesuai dengan Al-Qur’an, yaitu akhlakul karimah, sehingga mereka terbiasa menjaga lisan, menjaga hati, menjaga setiap perilakunya agar sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an.

C. Santri Sebagai Indentitas

Ditengah arus modernisasi dunia pendidikan, pesantren yang masih mempertahankan metode pembelajaran zaman dulu (sorogan, wetonan, bandongan) tidak membuat kiprahnya surut untuk mengepakkan sayap selebar-lebarnya dalam memajukan pendidikan Indonesia. Modernisasi pendidikan yang terjadi saat ini dengan dirubahnya kurikulum, model dan metode pembelajaran, alat-alat belajar, penyusunan, penyediaan dan pembaruan modul serta buku-buku paket untuk belajar siswa menjadi bukti nyata usaha pemerintah untuk kemajuan dunia pendidikan. Namun pesantren tetap khidmat pada kitab-kitab kuning dan metode pembelajaran yang dari dulu hingga sekarang tidak berubah.

Alumni pesantren saat ini telah menjamur di berbagai pelosok nusantara, dari kemerdekaan Indonesia yang dipelopori oleh Kiai, Ulama dan santri hingga saat ini tokoh dan pemimpin Indonesia sebagian besar adalah alumni pesantren. Dengan demikian, sumbangsih pesantren terhadap negara sangatlah besar, bukan hanya dalam bidang pendidikan, tapi pada semua bidang dan lini kehidupan.

Alumni pesantren yang berkiprah di penjuru nusantara tetap disebut sebagai santri, mereka memikul tanggung jawab besar atas nama pesantren, atas ilmu yang mereka peroleh di pesantren hingga bisa menjadikan para alumninya menjadi pemimpin yang siap memimpin dimanapun dan kapanpun tentunya sesuai dengan ajaran agama yang diperoleh saat menjadi santri. Disinilah identitas santri yang sesungguhnya, bahwa santri akan selalu menjadi santri meskipun ia tidak lagi tinggal di pesantren, ia tetap santri dari guru-gurunya, Kiai dan pesantren nya, identitas itu akan selalu menempel pada diri seorang santri meski suatu saat ia sudah meninggal. (By.Zuli)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *