Parameter Pendidikan Agama, Naik? atau Turun?

Pendidikan agama wajib dilakukan oleh setiap manusia, karena tidak ada satu orangpun yang tidak beragama. Pendidikan agama pertama kali dikenalkan oleh orang tua kepada anaknya, sebagian besar anak akan menerima dan menjalankan agama seperti yang diajarkan orang tuanya hingga mereka dewasa dan menurunkan agama itu kepada anak cucu mereka.

Mengenai pendidikan agama, Mayoritas umat muslim mengenyam pendidikan agama pada pesantren dan lembaga pendidikan agama seperti taman pendidikan Al Qur’an dan madrasah Diniyah. Sebagai kelanjutan dari pendidikan agama oleh orang tua, anak-anak di masukkan pada taman pendidikan Al-Qur’an untuk mempelajari agama lebih dalam, pada tahap ini umumnya anak-anak belajar baca tulis Al Qur’an, hafalan surat-surat pendek, pendidikan akhlak, dan mempelajari kisah nabi-nabi. Setelah menyelesaikan pendidikannya dan lulus ujian akhir mereka akan naik ke jenjang berikutnya yaitu pada madrasah Diniyah. Pada madrasah ini ilmu-ilmu agama yang diajarkan lebih luas dan mendalam, banyak pelajaran lain yang harus di pelajari seperti belajar membaca dan menulis makna pego kitab-kitab kuning pada tahap dasar. Setiap madrasah Diniyah memiliki kurikulum sendiri dan kitab-kitab yang akan dipelajari santri. Setelah santri menyelesaikan pendidikan Diniyah, selanjutnya mereka harus mempelajari pelajaran agama pada tahap selanjutnya, yaitu di pesantren. Pesantren dikenal sebagai satu-satunya lembaga pendidikan agama yang paling tua di Indonesia serta sebagai lembaga pendidikan tingkat atas pada ranah pendidikan agama. Lulusan pesantren dipandang sebagian besar masyarakat sebagai orang-orang yang tinggi ilmu agamanya dan mampu memimpin masyarakat.

Dari setiap elemen pendidikan pasti ada permasalahan yang terjadi, baik dari pendidikan sekolah, umum maupun pendidikan agama. Masalah yang saat ini muncul adalah menurunnya tingkat kesadaran masyarakat akan pendidikan agama pada anak-anak mereka yang diakibatkan oleh beberapa faktor. Realitanya, sedikit sekali perbandingan prosentase anak-anak usia sekolah dasar yang aktif sebagai santri di taman pendidikan Al-Qur’an dan yang aktif di sekolah formal. Hal ini terjadi pula pada lembaga pendidikan Diniyah, bahkan lebih parah, pasalnya santri pada madrasah Diniyah lebih banyak yang terpengaruh oleh kemajuan teknologi dan lingkungan yang kurang baik, tepatnya lebih mementingkan kepentingan pribadi nya, asyik bermain gadget atau bermain bersama teman-temannya, terlebih diberlakukannya sistem full day pada beberapa sekolah mengakibatkan mereka sudah lelah dan mengabaikan pendidikan agama pada lembaga yang ada.

Sekedar pesan bagi orang tua, bahwa anak adalah aset bangsa yang harus di didik dan diarahkan karena kelak mereka lah yang akan menjadi generasi penerus demi terciptanya kesejahteraan, kemakmuran, kedamaian dan kemajuan bangsa, bukan sekedar generasi penerus kehidupan keluarga.

By: Zuli

Selametan, Tradisi Rutinan Mayoritas Muslim Jawa

Assalamu’alaikum Sahabat…

Alhamdulillah, puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT yang telah memberi kita ketetapan iman dan islam, serta kesehatan untuk menjalankan ibadah dan aktivitas sehari-hari. Semoga atas limpahan nikmat yang diberikan kepada kita semua akan menambah keimanan dan kecintaan kita pada Nya, amin…

Sahabat sekalian, pada jum’at kali ini kita akan membahas tema “Selametan, Tradisi Rutinan Mayoritas Muslim Jawa”. Tema ini menarik disampaikan karena, seperti yang telah kita ketahui bahwa mayoritas penduduk muslim Indonesia terdapat di Jawa, begitupula penyebaran ajaran Islam oleh Walisongo dengan cara-cara yang khas mengakibatkan di anutnya tradisi itu turun temurun hingga saat ini. Tradisi hindu-budha (agama yang di anut masyarakat sebelum Islam datang) yang dikemas dengan nilai-nilai dan ajaran Islam telah mengakar kuat dalam tradisi muslim di wilayah Jawa, karena mereka meyakini bahwa dijalankannya tradisi tersebut akan memberi kebahagiaan dan keberkahan untuk hidup mereka, keluarga, serta anak cucunya.

Masyarakat muslim khususnya di daerah Jawa memiliki beberapa tradisi yang cukup unik dan rutin mereka lakukan, sebut saja selametan. Selametan berasal dari kata selamet atau slamet atau selamat, maksudnya adalah keselamatan hidup, di jauhkan dari bala’ dan musibah. Selametan ini hampir sama seperti sedekah, yaitu membagikan makanan kepada sanak famili dan tetangga sebagai wujud rasa syukur kepada Allah dan meminta keselamatan, keberkahan dan kebahagiaan hidup untuk keluarga serta anak cucunya.

 Tradisi selametan ini dilakukan pada beberapa momen seperti selametan orang meninggal (3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari), selametan walimah (walimah khitan, pernikahan, aqiqah, 7 bulanan orang hamil/tingkepan), selametan saat akan menempati rumah baru, selametan weton dan selametan malam jum’at (kirim do’a kepada anggota keluarga yang sudah meninggal).

Beragamnya selametan di atas memiliki tanda yang dapat di lihat dari “berkat” yang di bagikan kepada setiap orang yang datang, berkat disini adalah bingkisan berupa makanan pokok bisa makanan matang atau bahan pokok mentah. Misal pada acara selametan orang meninggal dan kirim do’a pasti di dalam berkatnya ada jajan apem (jajanan pasar yang terbuat dari tepung beras, tepung kanji, ragi, santan, gula dan garam yang dibuat adonan, di cetak dan di kukus). Pada acara selametan  walimah 7 bulanan orang hamil atau yang akrab disebut tingkepan, pasti dalam berkatnya terdapat rujak, polo pendem/umbi-umbian, dawet, dan procot (terbuat dari ketan yang di kukus bersama santan). Pada walimah Aqiqah, berkatnya berupa makanan matang dengan masakan daging kambing. Selanjutnya pada selametan weton biasanya disajikan bubur, baik bubur merah atau putih. Sajian atau jajanan yang menjadi tanda selametan tersebut bisa berbeda pada setiap daerah, tetapi pada umumnya di Jawa timur seperti yang telah disebutkan di atas. Demikian penjelasan tentang tradisi selametan yang dilakukan mayoritas muslim di Jawa, semoga bermanfaat. Semoga sedikit paparan di atas menambah kualitas keimanan kita dan menjaga tradisi yang sudah ada sebagai bentuk pelestarian budaya.

Wassalamu’alaikum…

By: Zuli

Kupatan : Tradisi Masyarakat Islam Jawa

Assalamu’alaikum Sahabat…

Alhamdulillah, puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT yang telah memberi kita kesehatan untuk menjalankan ibadah puasa dan kesempatan untuk merayakan kemenangan di hari yang fitri ini, semoga Ramadhan yang telah kita lewati dan hari raya yang kita rayakan sekarang menambah keimanan dan kecintaan kita pada Nya, amin…

Sahabat sekalian, pada kesempatan ini akan sedikit kita kupas tentang tema “Kupatan; tradisi masyarakat islam jawa”. Seperti yang telah di syariat kan Islam bahwa umat muslim akan menemui idul Fitri setelah melaksanakan puasa Ramadhan selama 1 bulan penuh. Hari raya idul Fitri dikatakan sebagai hari kemenangan, maksudnya kemenangan disini adalah selesainya umat muslim menjalankan perintah Allah (sabar dalam menjalankan puasa, memperbanyak ibadah, tidak melakukan hal yang dilarang saat berpuasa) dengan penuh keikhlasan.

Sahabat, Hari raya Idul Fitri atau yang oleh masyarakat Islam Jawa lebih umum disebut dengan lebaran memiliki tradisi unik dalam perayaannya. Lebaran berasal dari kata Jawa “lebar” yang artinya selesai, maksudnya selesai melaksanakan puasa Ramadhan dengan segala amalan, kewajiban, kesunnahan dan keutamaan yang ada di dalamnya. Sebagian masyarakat juga menyebutnya “riyaya” yaitu singkatan dari hari raya. Bagi masyarakat Islam utamanya di Jawa perayaan lebaran di awali dengan shalat idul Fitri yang dilanjutkan dengan berkunjung kerumah keluarga, sanak saudara, tetangga dan teman untuk saling ngaturaken sedanten lepat (mengakui semua kesalahan) dengan meminta maaf, bersilaturahmi dan berbagi rezeki. Kunjungan itu umumnya dilakukan oleh mereka yang lebih muda kepada yang lebih tua dengan membawa buah tangan berupa sembako dan jajan dengan maksud menghormati dan berterimakasih atas jasa yg telah diberikan oleh orang yang lebih tua kepada mereka yang lebih muda, serta berbagi uang kepada anak-anak kecil.

Setelah perayaan idul Fitri, masyarakat melakukan kupatan, yaitu hari raya ketupat yang dirayakan setelah berpuasa Syawal 6 hari tepatnya pada hari ke tujuh setelah idul Fitri, sesuai Sunnah Rasulullah bahwa umat muslim di sunnahkan melakukan puasa Syawal selama 6 hari dan oleh masyarakat Islam Jawa dilangsungkan lah kupatan. Kupatan ini merupakan hasil akulturasi budaya Indonesia dengan Islam. Kupatan ini dilakukan di sebagian besar wilayah Indonesia, seperti Jawa, Madura, Sulawesi dan Kalimantan.

Sahabat sekalian, Sesuai namanya, perayaan kupatan bagi yang melaksanakan pada umumnya menyiapkan ketupat di rumah, dihidangkan kepada sanak saudara. Ada juga yang di hidangkan pada acara slametan, seluruh warga berkumpul di suatu tempat seperti masjid, musholla atau lapangan dengan membawa hidangan yang didominasi ketupat. Ketupat terbuat dari daun kelapa (janur) yang di anyam hingga berbentuk ketupat dan di isi dengan beras yang sudah di cuci bersih, di rebus Berjam jam hingga matang. Ketupat ini biasanya dihidangkan bersama dengan opor, rendang dan masakan lain yang berkuah dan bersantan.

Sebagaimana yang telah diketahui oleh masyarakat umum, bahwa kupat berarti “laku papat”, yang dimaksud yaitu lebaran, luberan, leburan, laburan. Lebaran berasal dari kata lebar yang artinya selesai, maksudnya selesai menjalankan puasa Ramadhan dan diperbolehkan makan di siang hari seperti sediakala. Luberan artinya meluber, melimpah ruah, sampai tumpah dari wadahnya, maksudnya melimpah nya keikhlasan dalam memberikan rezeki kepada orang lain (berbagi). Leburan artinya melebur, habis, maksudnya saling memaafkan bisa membuat dosa-dosa kita habis seperti baru terlahir kembali. Laburan berarti putih, suci, maksudnya setelah saling memaafkan, jangan lagi melakukan hal-hal yang membuat hati kita kotor, kita harus menjaga hati agar tetap bersih setelah saling memaafkan.

Itulah ajaran yang dilakukan untuk menyebarkan ajaran Islam dengan pendekatan budaya sehingga agama Islam tersebar luas dengan damai dan santun sehingga pemeluk Islam tidak merasa terusik dan dapat menerima agama Islam sebagai agama mayoritas penduduk Indonesia.

Wassalamu’alaikum…

By: Zuli

Memaknai Kemenangan

Assalamu’alaikum Sahabat…

Alhamdulillah, puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat yang luar biasa berupa kesehatan sehingga kita bisa menjalankan puasa hingga penghujung bulan suci Ramadhan ini, dan semoga di hari yang fitri ini kita di berikan kemenangan untuk kembali kepada kefitrahan dan keistiqomahan dalam beribadah, amin…

Sahabat sekalian, Ramadhan sudah berlalu dan tibahlah kita semua pada hari kemenangan yakni idul fitri. Untuk itu dalam tulisan ini akan sedikit kita ulas bagaimana kita “memaknai kemenangan?”. Idul fitri yang sering diartikan kembali ke fitrah kemanusiaan dan sebagai hari kemenagan. Kemenagan dalam menahan hawa nafsu selama bulan suci Ramadhan, dan akhirnya di hari idul fitri ini kita kembali kepada kegembiraan, kesenagan, menikmati makanan-makanan yang enak, pakaian baru dan indah, serta menghiasi jiwa dengan kasih sayang dan kemesraan antar sesama.

Sahabat, idul fitri menjadi momentum untuk memulai menampakkan diri dalam mewujudkan nilai-nilai keshalehan sosial. Keshalehan sosial dalam kehidupan sehari-hari, sebagimana kaidah ushul fiqih yang menyatakan; “al Muhafadah ‘ala al-qodim al-shalih, wa akhdu bi al-jadid al-ashlah” yang artinya memelihara tradisi lama yang barnilai baik dan mengambil sesuatu yang baru yang bernilai lebih baik. Sehingga, puasa yang kita lakukan di selama bulan suci Ramadhan bernilai sebagai ibadah ritual dan sosial, dan halal bi halal yang kita lakukan di hari raya idul fitri ini menjadi prilaku keshalehan sosial yang menjadi motor penggerak dalam mencapai tujuan masyarakat yang ideal, yakni masyarakat madani.

Sahabat sekalian, selepas hajatan pemilu dalam menentukan pilihan pemimpin bangsa ini berlalu dan seiring berlalunya bulan Ramadhan pula mari kita awali bulan yang fitri ini dengan memaknai kemenangan bersama-sama dengan mewujudkan nilai keshalehan sosial. Keshalehan sosial dapat terwujud dengan jalinan ukhuwah (persaudaraan), yang berarti membangun kebutuhan fisik, akal, dan kalbu. KH Ahmad Shiddiq (1926-1991), tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang mengenalkan tentang Trilogi ukhwah, di antaranya; ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam) ukhuwah wathaniyyah (persaudaraan dalam ikatan kebangsaan), dan ukhuwah basariyah (persaudaraan sesama umat manusia) dengan semangat kebersamaan di hari yang fitri ini.

Sahabat, Ukhuwah Islamiyah, dalam hal kehidupan manusia merupakan modal untuk melakukan pergaulan sosial sesama umat Islam. Prinsip ukhuwah ini menjadikan hubungan antar sesama umat Islam menjadi harmonis dan mampu menjadi sebuah kekuatan besar untuk bersama-sama membumikan nilai-nilai Islam. Sedangkan, Ukhuwah wathaniyah adalah sebuah komitmen persaudaraan antar seluruh masyarakat yang terdiri dari bermacam-macam agama, suku, bahasa dan budaya. Bangunan ukhuwah ini tidak boleh tidak harus menjadi sebuah prinsip bersama dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang damai dan saling menghargai satu sama lain. Sementara, ukhuwah basyariyah adalah sebuah prinsip yang dilandasi bahwa sesama manusia adalah bersaudara karena berasal dari ayah dan ibu yang satu, yakni Adam dan Hawa. Hubungan persaudaraan ini merupakan kunci dari semua persaudaraan, terlepas dari status agama, suku bangsa ataupun skat geografis, karena nilai utama dari persaudaraan ini adalah kemanusiaan. Sebagaimana ungkapan Sahabat Ali bin Abi Thalib yang mengatakan bahwa “dia yang bukan saudaramu dalam iman adalah saudara dalam kemanusiaan.” Artinya, bahwa kemanusiaan adalah nilai tertinggi dalam posisinya sebagai manusia. Sahabat sekalian, Semoga sedikit paparan ini dapat memberikan pencerahan tentang memaknai kemenagan di hari yang fitri ini, dan semoga ibadah yang kita lakukan menjadikan keshalehan pada kita semua, amin ya rabbal alamin…

Wassalamu’alaikum…

By: Zuli

Keindahan Bersedekah

Assalamualaikum Sahabat…

Alhamdulillah, rasa syukur kita hanturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat yang luar biasa berupa kesehatan baik jasmani maupun rohani sehingga kita semua masih bisa menjalankan ibadah di bulan suci ramadhan ini dengan keistiqomahan, dan semoga ibadah yang kita lakukan menambah keimanan dan keberkahan pada kehidupan kita semua, amin…

Sahabat, hari berlalu dengan cepat hingga tak terasa sudah hari ke-25 di bulan Ramadhan ini dan dipanghujung bulan ramadhan yang akan berlalu ini, maka dalam tulisan kali ini kami akan menyampaikan sedikit tentang “keindahan sedekah”. Sedekah secara definisi merupakan pemberian sesuatu kepada fakir miskin atau kepada orang yang berhak menerima, diluar kewajiban zakat dan zakat fitrah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki si pemberi sedekah. Dibulan suci Ramadhan ini perbanyaklah bersedekah. Bisa dikatakan sedekah adalah salah satu amalan yang utama. Apabila kita banyak bersedekah artinya kita telah mengerjakan perintah Allah swt.  Selain beribadah kepada Allah, sedekah juga dapat mempererat hubungan antara orang yang sedang bersedekah dengan yang menerima sedekah. Ada beberapa keutamaan dalam bersedekah di antaranya; (1) sedekah dapat menghapus dosa; (2) sedekah dapat melipatgandakan pahala; (3) sedekah akan membebaskan kita dari siksa kubur; (4) memberian naungan di hari akhir; (5) adanya pintu khusu bagi mereka yang gemar sedekah; (6) sedekah dapat menjauhkan dari api nereka.

Sabahat sekalian, mari kita perbanyak bersedekah di bulan ramadhan ini karena banyak pahala yang Allah berikan kepada orang yang banyak bersedekah dengan keikhlasan dan niatnya karena Allah, bukan pamer atau ingin dipuji orang. Apabila kita tidak memiliki harta yang lebih untuk bersedekah, maka kita bisa berseekah dengan tenaga kita atau yang paling sederhana adalah dengan senyuman. Diumpamakan seperti pada Q.S. Al-Baqarah (261) yang artinya: “Perumpamaan orang-orang yang mendermakan (shodaqoh) harta bendanya di jalan Allah, seperti (orang yang menanam) sebutir biji yang menumbuhkan tujuh untai dan tiap-tiap untai terdapat seratus biji dan Allah melipat gandakan (balasan) kepada orang yang dikehendaki, dan Allah Maha Luas (anugrah-Nya) lagi Maha Mengetahui“. MasyaAllah luar biasanya Allah memberikan pahala pada orang yang bersedekah, hanya dengan 1 butir benih menjadi 700 biji. Itulah janji Allah Ta’ala. Tiada yang mustahil bagi Allah untuk membalas derma hamba-Nya bahkan hingga 700 kali lipat bagi orang yang bersedekah. Dalam bulan suci Ramadhan ini contohnya, banyak yang Allah janjikan pada orang yang bersedekah di antaranya seperti, orang memberi buka puasa bagi orang yang berpuasa seperti di bulan ramadhan ini, maka Allah akan memberikan pahala yang berlimpah. Hal tersebut juga dijelaskan dalam hadits yang artinya “Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga”. (HR. Tirmidzi). Sahabat sekalian itulah sedikit yang bisa kami sampaikan sebagai sedikit pencerahan dapat membuka hati kita semua untuk gemar bersedekah.  Mumpung bulan suci ramadhan masih tersisah 5 hari lagi, maka perbanyak bersedekah untuk memperluas ladang pahala kita.  

Wassalamualaikum …

By: Diyah

LPPAI Bagi-bagi Takjil

Setelah sukses pada program Gerakan Wakaf 1.000 Al-Qur’an untuk masjid, mushola dan pesantren yang dilaksanakan Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Agama Islam (LPPAI) di awal bulan ramadhan, LPPAI melanjutkan rutinitasnya di bulan ramadhan dengan melakukan program bagi-bagi takjil gratis di perempatan lampu merah Jl. Kusuma Bangsa, Lamongan.

Program ini menjadi program rutinitas di bulan ramadhan setiap tahunnya, ucapan terimakasih disampaikan kepada seluruh pimpinan dan temen-temen dosen dan tutor LPPAI yang turut mensuport dana dan ikut mensukseskan program bagi-bagi takjil pada hari ini (28/05/2019). 

Tutorial Gelombang 3

Diberitahukan kepada Mahasiswa/i Unisda Lamongan, bahwa pelaksanaan tutorial gelombang 3 dimulai hari Senin, 27 Mei 2019 secara serentak untuk semua tutor yang sudah dipilih pada kelas tutorial. Adapun jadwal pelaksanaanya bisa di download disini

Malam Kemuliaan

Assalamualaikum sahabat…

Alhamdulillah, Rasa syukur yang tidak terhingga kita haturkan kepada Allah SWT yang telah memberi kita kesehatan di bulan Ramadhan yang telah kita lewati hampir setengah bulan ini menambah keimanan dan kecintaan kita pada Nya, amin…

Dalam tulisan kali ini kami akan menyapaikan sedikit pencerahan bagi sahabat yang memiliki rasa perasaan tentang “malam kemuliaan pada bulan ramadhan?”. Perlu sahabat sekalian ketahui Allah SWT telah menjelaskan dalam firmannya Q.S. Al-Qadr (1-5) tentang malam kemuliaan tersebut. Dikatakan dalam Surat tersebut bahwa malam yang mulia itu lebih baik dari malam seribu bulan dan di dalamnya diturunkan Al-Qur’an. Jadi, malam kemuliaan pada Surat Al-Qadr di atas bisa diibaratkan menyerupai ibadah selama seribu bulan, dan hal tersebut juga ditegaskan lagi dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW. Bersabda yang artinya: “Barang siapa yang bangun untuk mendirikan shalat pada malam lailatul qadr dengan penuh keimanan dan pengharapan akan pahala, maka akan diberikan ampunan kepadanya atas dosa-dosanya yang telah lalu.”

Sahabat sekalian, yang menjadi pertanyaan berikutnya kapan malam itu dan apa tanda datangnya malam tersebut?. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Abdullah bin ‘Abbas bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda: “Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh terakhir di bulan Ramadlan, pada sembilan hari yang tersisa, pada tujuh hari yang tersisa dan pada lima hari yang tersisa.” Banyak orang yang menafsirkannya sebagai malam-malam ganjil pada akhir bulan Ramadhan. wallaaHu a’lam. 

Sahabat sekalian, adapun beberapa tanda dari malam Lailatul Qadr di jelaskan dalam beberapa peristiwa dan kejadian antara lain, dalam sabuah hadits yang artinya “…Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam kedua puluh tujuh (dari bulan Ramadan). Dan tanda-tandanya ialah pada pagi harinya mataharinya terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot.” (HR. Muslim no. 762). Dalam hadits lain dijelaskan pula bahwa “…Sesungguhnya tanda Lailatul Qadar adalah malam cerah, terang, seolah-olah ada bulan, malam yang tenang dan tentram, tidak dingin tidak pula panas. Pada malam itu tidak dihalalkan dilemparnya bintang, sampai pagi harinya. Dan sesungguhnya, tanda Lailatul Qadar adalah, matahari di pagi harinya terbit dengan indah, tidak bersinar kuat, seperti bulan purnama, dan tidak pula dihalalkan bagi setan untuk keluar bersama matahari pagi itu.” (HR. Ahmad). Selain itu, dalam hadits lain menjelaskan bahwa Aku tahu bahwa kalian melihat lailatul qadar pada tujuh hari terakhir Ramadan. Siapa yang sungguh-sungguh dalam mencarinya, maka carilah di tujuh hari terakhir dari bulan Ramadan.” (HR. Bukhari-Muslim). Sahabat sekalian, Itulah beberapa tanda-tanda malam kemuliaan itu, semoga sedikit penjelasan di atas dapat memberikan manfaat dan kita diberikan nikmat Allah SWT bertemu malam kemuliaan itu, Amin ya Rabbal Alamin…

Wassalamu’alaikum…

By: Zuli

Saat Allah Mengajarkan Kesabaran

Assalamualaikum sahabat….

Alhamdulillah, Rasa syukur yang tidak terhingga kita haaturkan kepada Allah yang telah memberi kita kesempatan untuk bertemu bulan mulia (Ramadhan) pada tahun ini, semoga Ramadhan yang telah kita lewati hampir setengah bulan ini menambah keimanan dan kecintaan kita pada Nya, amin…

Dalam tulisan kali ini kami akan menyapaikan sedikit pencerahan bagi sahabat yang memiliki perasaan “saat berpuasa, kenapa waktu terasa lebih lama dan cuaca terasa lebih panas?”. Perlu sahabat ketahui bahwa sebenarnya tidak ada yang berubah baik waktu yang lebih lama atau cuaca yang lebih panas, namun ketika kebanyakan orang beranggapan demikian maka yang harus kita renungkan adalah seseorang akan cedera ketika berolahraga tanpa pemanasan, begitupula dengan puasa, perasaan waktu memanjang dan cuaca memanas akan hadir karena kita belum melakukan pemanasan, pemanasan yang dimaksud adalah belajar membiasakan puasa sunnah sehingga kondisi tubuh telah biasa dalam keadaan kosong (tanpa makan dan minum) selama kurang lebih 8-9 jam.

Puasa Ramadhan adalah Ibadah kita untuk Allah, sebagaimana Hadis Rasulullah : “Allah berfirman, semua amal anak Adam baginya, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari dalam kitab as-Shiyam). Dengan dasar hadis tersebut, kita sebagai umat muslim yang saat ini masih diberikan kesempatan beribadah untuk Allah, hendaknya melakukan ibadah ini dengan ikhlas, penuh syukur dan hati yang gembira, karena sesungguhnya yang kita lakukan karena (untuk) Allah tidak sebanding dengan nikmat yang Allah berikan untuk kita, dari nikmat bisa berkedip, bisa mendengar, bisa merasakan pedas, asin, pahit, hingga nikmat yang sangat besar dan tidak bisa disebutkan satu persatu.

Sahabat, saat kita berpuasa pada hakikatnya Allah mengajarkan kita kesabaran, sabar ketika merasakan lapar, sabar menjaga lisan (tidak berkata kotor, buruk dan perkataan yang tidak bermanfaat), sabar melakukan ibadah shalat tarawih yang rakaatnya lebih banyak dari rakaat shalat wajib sehari semalam, sabar saat berbuka puasa (tidak makan terlalu banyak seketika waktu karena akan menyebabkan masalah pada perut). Semoga kita bisa menyerap dan merealisasikan apa saja yang sebenarnya telah Allah ajarkan kepada kita melalui perintah-perintah Nya, dan tentunya kita menambah rasa syukur dan keimanan kita kepada Nya, amin…..

Wassalamu’alaikum…

By: Zuli