Memaknai Kemenangan

Assalamu’alaikum Sahabat…

Alhamdulillah, puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat yang luar biasa berupa kesehatan sehingga kita bisa menjalankan puasa hingga penghujung bulan suci Ramadhan ini, dan semoga di hari yang fitri ini kita di berikan kemenangan untuk kembali kepada kefitrahan dan keistiqomahan dalam beribadah, amin…

Sahabat sekalian, Ramadhan sudah berlalu dan tibahlah kita semua pada hari kemenangan yakni idul fitri. Untuk itu dalam tulisan ini akan sedikit kita ulas bagaimana kita “memaknai kemenangan?”. Idul fitri yang sering diartikan kembali ke fitrah kemanusiaan dan sebagai hari kemenagan. Kemenagan dalam menahan hawa nafsu selama bulan suci Ramadhan, dan akhirnya di hari idul fitri ini kita kembali kepada kegembiraan, kesenagan, menikmati makanan-makanan yang enak, pakaian baru dan indah, serta menghiasi jiwa dengan kasih sayang dan kemesraan antar sesama.

Sahabat, idul fitri menjadi momentum untuk memulai menampakkan diri dalam mewujudkan nilai-nilai keshalehan sosial. Keshalehan sosial dalam kehidupan sehari-hari, sebagimana kaidah ushul fiqih yang menyatakan; “al Muhafadah ‘ala al-qodim al-shalih, wa akhdu bi al-jadid al-ashlah” yang artinya memelihara tradisi lama yang barnilai baik dan mengambil sesuatu yang baru yang bernilai lebih baik. Sehingga, puasa yang kita lakukan di selama bulan suci Ramadhan bernilai sebagai ibadah ritual dan sosial, dan halal bi halal yang kita lakukan di hari raya idul fitri ini menjadi prilaku keshalehan sosial yang menjadi motor penggerak dalam mencapai tujuan masyarakat yang ideal, yakni masyarakat madani.

Sahabat sekalian, selepas hajatan pemilu dalam menentukan pilihan pemimpin bangsa ini berlalu dan seiring berlalunya bulan Ramadhan pula mari kita awali bulan yang fitri ini dengan memaknai kemenangan bersama-sama dengan mewujudkan nilai keshalehan sosial. Keshalehan sosial dapat terwujud dengan jalinan ukhuwah (persaudaraan), yang berarti membangun kebutuhan fisik, akal, dan kalbu. KH Ahmad Shiddiq (1926-1991), tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang mengenalkan tentang Trilogi ukhwah, di antaranya; ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam) ukhuwah wathaniyyah (persaudaraan dalam ikatan kebangsaan), dan ukhuwah basariyah (persaudaraan sesama umat manusia) dengan semangat kebersamaan di hari yang fitri ini.

Sahabat, Ukhuwah Islamiyah, dalam hal kehidupan manusia merupakan modal untuk melakukan pergaulan sosial sesama umat Islam. Prinsip ukhuwah ini menjadikan hubungan antar sesama umat Islam menjadi harmonis dan mampu menjadi sebuah kekuatan besar untuk bersama-sama membumikan nilai-nilai Islam. Sedangkan, Ukhuwah wathaniyah adalah sebuah komitmen persaudaraan antar seluruh masyarakat yang terdiri dari bermacam-macam agama, suku, bahasa dan budaya. Bangunan ukhuwah ini tidak boleh tidak harus menjadi sebuah prinsip bersama dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang damai dan saling menghargai satu sama lain. Sementara, ukhuwah basyariyah adalah sebuah prinsip yang dilandasi bahwa sesama manusia adalah bersaudara karena berasal dari ayah dan ibu yang satu, yakni Adam dan Hawa. Hubungan persaudaraan ini merupakan kunci dari semua persaudaraan, terlepas dari status agama, suku bangsa ataupun skat geografis, karena nilai utama dari persaudaraan ini adalah kemanusiaan. Sebagaimana ungkapan Sahabat Ali bin Abi Thalib yang mengatakan bahwa “dia yang bukan saudaramu dalam iman adalah saudara dalam kemanusiaan.” Artinya, bahwa kemanusiaan adalah nilai tertinggi dalam posisinya sebagai manusia. Sahabat sekalian, Semoga sedikit paparan ini dapat memberikan pencerahan tentang memaknai kemenagan di hari yang fitri ini, dan semoga ibadah yang kita lakukan menjadikan keshalehan pada kita semua, amin ya rabbal alamin…

Wassalamu’alaikum…

By: Zuli

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *